Hari raya idul fitri berulang setiap tahun. Setiap tahun pula, penduduk di pulau Jawa mudik ke kampung halaman. Setiap tahun pula, jalan raya menuju dan dari kota besar selalu macet. Setiap tahun pula, penyeberangan juga antri. Jakarta - Merak selalu antri ... Gilimanuk - Ketapang juga selalu antri. Padangbay - Lembar tidak luput dari antrian panjang. Orang-orang selalu sibuk mempersiapkan diri untuk mudik ...setiap tahun. Orang selalu ingin kumpul bersama keluarga besar ... setiap tahun.
Malam ini hari ke tiga lebaran. Anak-anak masih juga menyalakan petasan. Duar...duar...duar...Para orang tua sedang duduk santai bercengkerama dengan seluruh anggota keluarga, saudara-saudara dekat dan anak cucunya, semua kumpul di rumah induk milik orang tua mereka. Suasana begitu riang gembira. Anak cucu mengadakan macam-macam kegiatan untuk meramaikan suasana. Ada lomba nyanyi, ada lomba membuat dan membaca puisi, ada fashion show ...Jurinya tante, bude dan anggota keluarga yang lebih tua. Hadiahnya mainan dan kue ...Hingar bingar tepuk tangan meriah sekali, manakala pemenangnya diumumkan ... he he he ... seolah olah selama merayakan lebaran idul fitri tidak ada masalah sama sekali. Semua orang di sebuah keluarga begitu senang dan bahagia ....
wedang tomat
BACAAN DIKALA SANTAI
Sabtu, 10 Agustus 2013
Minggu, 05 Mei 2013
ARISAN
Dasawisma Kwnanga 21 adalah sebuah kumpulan ibu-ibu di Dusun Jomegatan, Kelurahan Ngetsiharjo, Kecamatan kasihan, Kabupaten Bantul, Jogjakarta. Setiap bulan mengadakan pertemuan yang diisi dengan arisan dan diseminasi informasi dari Kelurahan, Kecamatan atau Kabupaten.
Pertemuan selalu diselenggarakan di rumah Ketua DW Kenanga 21. Pada bulan Mei 2013, pertemuan rutin diadakan di Pantai Baru, lebih kurang 24 kilometer dari Dusun Jomegatan. Para anggota senang, bisa arisan sambil menikmati indahnya pantai Baru dan sejuknya angin yang semilir diantara pohon cemara.
Kenangan yang indah ...yang tak terlupakan bagi ibu-ibu Dasawisma Kenanga 21. Setelah arisan, dibagikan doorprize. Waaahh ibu-ibu bertambah senang, meskipun hadiahnya tak seberapa jika dinilai dengan uang, namun terasa kegembiraan dan kebersamaan diantara kami. Tidak ada perbedaan derajat, tidak ada perbedaan sosial, tidak ada perbedaan pendidikan, semua menjadi satu, bergembira.
Selesai arisan, bersama-sama menuju pantai Gua Cemara. Namun sayang, pantainya kotor. Dimana-mana bertebaran sampah plastik, koran, bungkus makanan, botol ... Mungkin karena tidak tersedia tempat sampah yang memadai. Ada beberapa tempat sampah, nemun sudah penuh.
Suasana pantai juga tidak begitu baik, karena sebagian pohon cemara meranggas kepanasan. Mungkin karena hujan sudah jarang turun ...
Pertemuan selalu diselenggarakan di rumah Ketua DW Kenanga 21. Pada bulan Mei 2013, pertemuan rutin diadakan di Pantai Baru, lebih kurang 24 kilometer dari Dusun Jomegatan. Para anggota senang, bisa arisan sambil menikmati indahnya pantai Baru dan sejuknya angin yang semilir diantara pohon cemara.
Suasana Arisan Dasawisma Kenanga 21 di tepi pantai Baru (Mei 2013) |
Suasana Panta Baru (Mei 2013) |
Suasana Pantai Baru (Mei 2013) |
Pantai Baru (Mei 2013) |
Suasana pantai juga tidak begitu baik, karena sebagian pohon cemara meranggas kepanasan. Mungkin karena hujan sudah jarang turun ...
Suasana Pantai Gua Cemara (Mei 2013) |
Selasa, 23 April 2013
KREATIVITAS DALAM BISNIS
KREATIVITAS
Didalam bisnis, menggunakan
kreatifitas adalah cara yang paling efektif untuk mencapai keunggulan
kompetitif. Berkompetisi hanya pada harga, bukan merupakan strategi yang
berhasil, dibandingkan dengan berkompetisi dengan menciptakan produk dan jasa
yang orijinal dan inventif. Di sektor publik, kreativitas dapat menjadi akar
untuk menciptakan layanan yang lebih inovatif dan eisien untuk memenuhi
kebutuhan konsumen.
Kreativitas bukan merupakan
hadiah yang datang begitu saja untuk seorang jenius atau desainer. Kreativitas
adalah sesuatu yang setiap orang bisa lakukan. Kreativitas adalah tentang
menghasilkan gagasan baru dan menemukan solusi untuk mengatasi masalah dengan
melakukan pemikiran yang berbeda.
Kreativitas penting bagi
desainer, apalagi setelah mereka menemukan informasi yang ‘kering’ tentang
konsumen, menjadi produk dan jasa yang aktual (terkini). Pekerjaan desainer pada
umumnya akan dibuat lebih mudah dan bekerja lebih efektif, ketika mereka mengandalkan
orang-orang yang mengadopsi pemikiran yang hampir sama, dibandingkan dengan jika
memperlakukan desainer terisolasi dan bekerja sendiri.
GAGASAN
Gagasan yang digunakan untuk
memperkaya proses desain, dapat datang dari mana saja, tidak hanya dari
desainer. Gagasan bisa datang dari manajemen, orang-orang yang bergerak
dibidang pemasaran atau keuangan. Manajemen harus memahami bahwa mendorong
kreativitas harus dilakukan, karena hanya dengan menyediakan sugesti untuk staf,
tidak menghasilkan hasil inovasi baru.
Banyak budaya organisasi mengurangi
kreativitas karena alasan alamiah. Hirarki yang tegas yang datangnya dari atas,
sering dipersepsi bahwa manajemen sebenarnya tidak mau mendengarkan. Manajer sering
berhasrat untuk menyatakan otoritas, dan cenderung memotong gagasan, kurang
mempunyai waktu untuk menelaah lebih lanjut, sehingga gagasan tidak sepenuhnya dapat
dieksplorasi.
EMPATI BUKAN ANTIPATI
Salah satu cara adalah
dengan menciptakan area tersendiri, atau area dimana gagasan didorong bukan
dikritisi. Hal ini sulit bagi sebagian besar orang, karena terlanjur terbiasa
dengan jastifikasi, terutama dalam lingkungan pekerjaan dimana terjadi
pengendalian yang sangat kuat oleh manajemen.
Jastifikasi dapat mengakibatkan
hal buruk terjadi pada suatu gagasan yang sebenarnya bisa kreatif. Dengan
mendiskusikan mengapa gagasan tidak dapat dijalankan, atau bagaimana gagasan
datang pertama kali, tim bisa memperoleh
gagasan yang lebih baik. Atau, tim mungkin bisa menemukan apa yang terlihat,
sebenarnya merupakan gagasan yang tidak baik. Faktanya, dengan empati, tim akan
bisa menemukan solusi yang orijinal dan dapat dilaksanakan. Sebagai contoh, siapa
yang akan berpikir bahwa orang dapat memprediksikan keberhasilan komputer
personal (PC)?.
Kedua pendekatan tersebut
(gagasan dan empati) mendorong tim, dan membuat pekerja idnividual merasa
diapresiasi dan bernilai. Didalam atmosfer semacam ini, gagasan akan
ditawarkan, dan karena anggota tim tidak takut gagasannya dipangkas, maka
gagasan yang lebih orijinal akan muncul dengan sendirinya.
PERSPEKTIF BARU
Hambatan lain untuk menjadi
kreatif adalah tidak dapat mendobrak cara berpikir gaya lama. Otak kita sering tidak
membantu kita dalam hal ini. Jika kita telah mencoba untuk berpikir desain baru
untuk sebuah meja misalnya, kita cenderung untuk berpikir bahwa meja itu empat
persegi panjang yang didukung oleh empat kaki.
Ada beberapa teknik yang
dapat membantu mendobrak siklus ini. Salah satunya adalah re-form the idea. Pikirkanlah bahwa, misalnya, bagaimana masalah
dapat dipandang dari perspektif seseorang, seperti seseorang dari budaya yang
sangat berbeda dari kita. Pertanyaan apa yang akan dilontarkan orang tersebut?
Apakah mereka akan membuat sebuah meja? Apakah mereka akan berpikir untuk apa
meja tersebut? Atau untuk merepresentasikan masalah nisalnya dengan model,
diagram atau ilustrasi. Seorang desainer multidisiplin Thomas Heatherwick menciptakan
meja yang disebut dengan The Plank dengan
bereksperimentasi dengan menggunakan selembar kertas. Kertas dilipat, kemudian
dibuka kembali. Pengalaman ini memberikan gagasan untuk membuat meja yang
dilipat keatas menjadi meja tanpa kaki dengan bentuk seperti plank.
Teknik yang lain adalah memikirkan
obyek yang saling berhubungan. Dalam kasus ini adalah meja. Tim dapat berpikir
tentang kursi, bangku, permukaan untuk bekerja (work surfaces), lantai dan nampan, segala sesuatu yang dapat
berfungsi seperti meja. Dengan sengaja bertanya secara provokatif, adalah cara
lain untuk memperoleh aliran kreativitas. Apakah permukaan meja rata? Apakah
sebuah meja harus memiliki permukaan rata? Apakah harus memiliki empat kaki?.
MENERJEMAHKAN GAGASAN
Sekali gagasan dihasilkan,
sangat mudah baginya untuk terpeleset. Energi dan antusiasme pada pertemuan brainstorming yang pertama kali, dapat
membangkitkan semangat untuk kreatif. Untuk menjadikan kretivitas menjadi
inovasi, organisasi harus membuat seseorang atau tim bertanggungjawab untuk
membuat gagasan menjadi kenyataan dan berhasil.
Orang kemudian akan dipercaya
dan secara emosional terlibat dengan proyek, atau dengan kata lain, merasakan
bahwa proyek itu adalah ‘bayi’nya, yang harus dirawat dan dibesarkan dengan
sebaik-baiknya. Untuk seorang desainer, cara yang baik untuk membuat sebuah
proyek menjadi nyata, adalah memproduksi prototype
secepat mungkin. Ini tidak hanya akan mengklarifikasi apakah gagasan akan
bagus atau tidak, tetapi juga akan membuat proyek menjadi lebih riil.
Meyakinkan tim selalu
beekrjasama selama proyek, juga dapat menjaga kegairahan bekerja. Desainer
tidak dapat ‘melakukan serah terima’ proyek begitu saja setelah desain jadi,
tetapi harus menjaga semangat tim untuk dapat mewujudkan gagasannya tersebut.
Banyak bisnis memotong
seluruh gagasan. Pekerjaan ini dilempar dari satu departemen ke departemen
lain, supaya hanya tim kecil saja yang bertanggung jawab atas segala seuatu.
Pekerja akan lebih merasa terlibat secara personal, jika mereka melihat proyek
secara keseluruhan dari awal hingga akhir, dan menyatakan bahwa mereka bekerja untuk
perusahaan atau otoritas lokal saja.
Differences in Manufacturing
Strategy Decisions Between Japanese and Western Manufacturing Plants: the Role
of Strategic Time Orientation
Chris Voss and Kate Blackmon
Perbedaan budaya Jepang dan Barat
mengakibatkan terjadinya perbedaan pada orientasi manufacturing strategy. Salah
satu perbedaannya adalah perilaku psikologis terhadap waktu, yang bisa
mengakibatkan penekanan yang berbeda pada konteks tujuan dan sasaran jangka
panjang dan jangka pendek. Observasi terhadap 600 perusahaan dari 20 negara
menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat adopsi dari praktek strategic
manufacturing dan hubungan antara perusahaan dan manufacturing strategy.
Perbedaan tentang persepsi waktu antara Jepang dan Barat
Perbedaan siginifikan:
· Sikap budaya
terhadap waktu, dan perbedaan konsep waktu
· Hubungan antara
strategi perusahaan dan strategi manufakturing
Manajemen Jepang,
menggunakan pendekatan jangka panjang, karena berhubungan dengan organisasi
yang membutuhkan manajemen manufakturing efektif, untuk membangun market share.
Manufakturing sebagai prioritas yang stratejik, strategi pengembangan, menjalin
hubungan yang lebih dekat antara supplier dan assembler, Total Quality Control
(TQC) dan Total Productive Management (TPM).
Manajemen Barat, menggunakan
pendekatan jangka pendek, fokus pada tujuan dan sasaran jangka pendek. Manajer
operasi menaruh perhatian pada isu-isu yang terjadi pada setiap bulan atau
setiap kuartal, operasi harian, dan menepati jadwal.
Framework
Konstruksi sosio-budaya atas waktu.
Dimensi dasar waktu bisa diterima sebagai sesuatu yang linear dan siklus. Waktu
bisa diterima sebagai sekuens yang menerus (tidak ada awal dan akhir), siklus
bisa statis, progresif atau degeneratif.
Aplikasi
· The economicity
of time, terkontrol dan dialokasikan
· Monochronic
(mengerjakan satu hal) dan polychronic (berbagai hal secara simultan).
Budaya Barat,
menggunakan sistem monochronic. Pekerjaan diselesaikan secara berurutan,
absolut, terjadwal. Dalam budaya ini, waktu dibagi menjadi tiga masa yaitu (1)
past, (2) present dan (3) future. Juga bisa dibagi menjadi (1) linear, (2)
continuous dan (3) economic. Budaya Barat menganggap waktu sebagai anak panah,
dari past-ke future, linear dan perspective.
Budaya Jepang,
menggunakan sistem polychronic. Jepang menganggap waktu tidak absolut (1)
orientasi pada saat ini, tapi dihubungkan dengan masa lalu dan masa datang
(Makimono/scroll), (2) melihat masa depan sebagai sesuatu yang ditarik ke masa
kini. Dengan demikian, Jepang lebih signifikan dan lebih kuat dalam orientasi
short term dan long term, dibandingkan budaya Barat. Level adaptasi lebih
tinggi dibandingkan dengan budaya Barat
Sistem polychronic selanjutnya
dikembangkan menjadi PERT chart atau Critical Path Method (CPM), untuk
perencanaan proyek, penjadwalan, mereduksi polychronic menjadi monochronic.
Strategi Manufakturing
Waktu menjadi elemen penting dalam
strategi manufakturing. Waktu adalah resources yang harus dihemat
(economicity), khususnya dalam produksi, pengembangan dan pengenalan produk
baru, penjualan, dan distribusi: (1) short term, (2) medium term dan (3) long
term.
Prevention
· Prevention cost
(pendidikan, dokumentasi, revisi, dsb.) Jepang (31,8%) lebih tinggi
dibandingkan dengan level dunia (22,1%).
· Preventive
maintenance Jepang (66,2%), lebih tinggi dari level dunia (37,2%), reactifying
maintenance (37,5%) lebih rendah dari level dunia (62.8%). Berarti, Jeoang
lebih mementingkan kesiapan Total Production Management (TPM).
Kamis, 07 Maret 2013
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES BELAJAR
Ada empat faktor yang mempengaruhi proses belajar sehingga belajar menjadi semakin kompleks yaitu (A) iklim belajar, (B) motivasi peserta, (C) lingkungan fisik peserta dan (D) gaya belajar.
A. Iklim Belajar
Iklim belajar ini berkaitan
erat dengan sistem dan aturan yang sedang dijalankan di dalam organisasi, untuk
mempromosikan dan meningkatkan pembelajaran, sehingga mempengaruhi kemampuan
organisasi untuk memahami lingkungannya dan mendorong perilaku baru bagi
karyawannya. Sistem yang sedang berjalan mungkin bisa diformalisasikan sebagai
strategi mentoring dan diklat bagi karyawan. Sistem juga bisa informal,
misalnya seperti pembelajaran yang dilakukan di dalam lingkungan masyarakat
yaitu saling berbagi pengetahuan. Beberapa faktor akan terlibat dalam
pembelajaran ini antara lain ukuran organisasi, struktur organisasi, sejarah,
budaya, sasaran dan orang-orang yang berkerja untuk organisasi tersebut. Tempat
kerja sangat penting diperhatikan, karena bisa digunakan sebagai sumber belajar
karena melekat pada proses pembelajaran sehari-hari. Tantangan bagi penatar
adalah mendukung kondisi tersebut dan bisa bertukar posisi dari mode instruktor
(keperilakuan) ke mode fasilitator (kognitif). Penatar juga dapat memberikan
kesempatan fasilitating untuk mengembangkan belajar berbasis sosial melalui
berbagai teknik antara lain mengidentifikasi ketertarikan dan mendukung
komunitas, dan mengkomunikasikan pembelajaran dengan berbagai ilustrasi
keseluruh tingkat dalam organisasi tersebut. Fasilitator juga dapat membantu
menekankan pentingnya belajar sebagai bagian dari kehidupan bukan hanya sekedar
memberikan instruksi kerja.
B. Motivasi Peserta
Peserta mau belajar karena
dimotivasi secara ekstrinsik (dari luar) maupun intrinsik (dari dalam). Faktor
ekstrinsik meliputi pernghargaan dari luar antara lain gaji dan kualifikasi
profesional yang lebih baik, sedangkan faktor intrinsik antara lain motivasi
yang dikendalikan oleh diri sendiri, ambisi personal dan hasrat dari diri
sendiri untuk memahami dan mengatasi masalah yang sedanig dihadapi. Teori
belajar fokus pada bentuk yang berbeda dari motivasi. Pendekatan keperilakuan (behavior) menekankan pada penghargaan,
pendekatan kognitif menekankan faktor intrinsik. Sedangkan kombinasi motivasi
ekstrinsik dan intrinsik akan lebih kuat digunakan untuk mendorong motivasi
peserta untuk belajar.
Hirarki kebutuhan yang
dikembangkan oleh Abraham Harold Maslow (1943) dapat digunakan sebagai pedoman,
bahwa manusia pada hakekatnya ingin memenuhi kebutuhan dasar sampai kebutuhan
tertinggi yaitu aktualisasi diri. Supaya karyawan termotivasi secara intrinsik,
maka para tutor atau fasilitator dalam institusi harus dapat mendorong karyawan
untuk dapat meningkatkan kompetensi sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasar (physiological needs) sampai kebutuhan
tertingginya (self actualization).
1. Physiological needs yaitu kebutuhan makanan,
air dan papan tempat tinggal
2.
Safety needs yaitu kebutuhan akan
keamanan dan perlindungan
3.
Social needs yaitu kebutuhan akan rasa
memiliki, cinta kasih
4. Esteem needs yaitu kebutuhan akan harga diri, pengakuan dan
status
5. Self actualization needs yaitu
kebutuhan akan
pengembangan dan realisasi diri.
Carl Rogers menekankan bahwa
independensi dan tanggungjawab merupakan pengendali motivator utama. Carl
Rogers percaya bahwa dorongan untuk menjadi independen bisa meningkatkan
fasilitasi untuk karyawan lain, tetapi tidak mengajari. Konsep yang lain
tentang motivasi ini meliputi:
a. Teori
ekspektansi (Victor H. Vroom, 1964). Teori ekspektansi menyatakan bahwa orang
melakukan tindakan bergantung pada kemungkinan bahwa tindakan tersebut akan
menghasilkan outcome intrumental yang
berharga.
b. Teori
Goal Setting (Locke, 1968), yang menyebutkan
bahwa orang melakukan tindakan untuk mencapai tujuan mereka. Riset menunjukkan
bahwa tujuan yang lebih sulit akan mendorong orang untuk belajar lebih giat,
tetapi jika tugas terlalu sulit untuk dikerjakan, maka akan mengakibatkan
peserta akan kehilangan semangat.
c. Teori
Politik (Pfeffer, 1986), yang mengemukakan bahwa individu melakukan tindakan
karena termotivasi untuk mencapai outcome
yang diharapkan, seperti sumber daya yang lebih baik, promosi atau tambahan
kekuasaan.
d. Teori
Equity (Adams, 1963), memahami
motivasi individu yang berhubungan dengan hubungan timbal balik diantara
indivudual dan kelompok, dan dampak motivasi terhadap persepsi keseimbangan
didalam pertukaran tersebut.
C. Lingkungan Belajar
Diklat yang dilaksanakan di
lingkungan kerja sebaiknya jauh dari pelaksanaan kegiatan organisasi
sehari-hari. Meskipun diklat dilakukan secara elektronik melalui media e-learning, namun peserta akan tetap
memilih situasi lingkungan yang tenang sehingga dapat belajar dengan baik. Jika
diklat dilaksanakan di institusi tempat peserta bekerja (in-house training), sebaiknya disediakan tempat khusus yang bebas
dari kegiatan sehari-hari.
D. Gaya Belajar
Ada lima gaya belajar yang
populer yaitu (1) type indicator, (2)
learning model, (3) dominance instrument, (4) style inventory dan (5) klasifikasi
Honey dan Mumford. Tabel 2 menunjukkan deskripsi lima gaya belajar tersebut.
KLASIFIKASI
|
DESKRIPSI
|
Myers-Briggs
Type Indicator
|
Model
ini mengklasifikasi peserta ajar berdasar pilihan yang didasarkan pada tipe
psikologi manusia yaitu: extravert atau introvert, sensor atau intuitor,
thinker atau feeler dan judger atau perceiver.
|
Felder
– Silverman Learning Model
|
Klasifikasi
ini terdiri dari lima kategori yaitu: gaya belajar sensing atau intuitif,
visual atau verbal, induktif atau deduktif, aktif atau reflektif, dan
sekuensial atau global.
|
Herrman
Brain Dominance Instrument
|
Metod
eini mengklasifikasi pesert ajar berdasar pada pilihan relatif cara berpikir
dalam empat mode yang berbeda yaitu: left-brain
cerebral (logis), left-brain limbic
(sekuensial), right-brain cerebral
(holistik) dan right-brain limbic
(emosional).
|
Kolb’s
Learning-Style Inventory
|
Gaya
belajar diklasifikasi berdasar (1) pengalaman konkrit atau konseptualisasi
abstrak atau (2) eksperimentasi aktif atau observasi reflektif.
|
Honey
and Mumford’s Classification
|
Dikembangkan
dari Kolb’s inventory dan gaya belajar. Model ini meliputi empat komponen yaitu
(1) aktivis, (2) reflektor, (3) pragmatis dan (4) teoris.
|
Sumber: Schramm (2001)
Konsensus diantara peneliti
menyebutkan bahwa orang memiliki pilihan gaya belajar masing-masing. Tetapi
gaya belajar mereka tidak tetap sepanjang masa. Pada umumnya, gaya belajar
dipengaruhi secara kontekstual antara lain tempat belajar, topik dan struktur
materi. Fasilitator harus mengetahui pentingnya mendorong peserta untuk belajar
dengan mode yang berbeda. Kondisi ini dapat meningkatkan dampak belajar ketika
peserta menghadapi persoalan dan situasi baru dengan lebih yakin pada diri
sendiri. Gaya belajar yang paling populer adalah gaya belajar yang dikemukakan
oleh David Kolb.
David A. Kolb lahir tahun
1939 adalah seorang teoritisi pendidikan asal Amerika yang tertarik dan fokus
mempublikasikan experiential learning atau belajar berasaskan pengalaman. Dia
adalah pendiri dan direktur Experience Based Learning Systems, Inc. (EBLS), dan
profesor Organizational Behavior di Weatherhead School of Management, Case
Western Reserve University, Cleveland, Ohio. Kolb memperoleh gelar BA dari Knox
College di 1961 dan gelar MA dan Ph.D. dari Harvard University di tahun 1964
dan 1967 di bidang psikologi sosial.
Pada awal tahun 1970 an,
Kolb dan Ron Fry (sekarang mereka berdua di Weatherhead School of Management)
mengembangkan Experiential Learning Model
(ELM), yang terdiri dari empat elemen yaitu concrete
experience, observation of dan reflection on that experience, formation of
abstract concepts berdasar reflection, testing the new concepts, dan
pengulangan. Keempat elemen ini adalah esensi belajar yang dapat dimulai dengan
salah satu dari keempat elemen tersebut, tetapi biasanya dimulai dari concrete experience. Kolb menekankan
bahwa model tersebut berkaitan erat dengan para pakar belajar yaitu John Dewey,
Jean Piaget, Kurt Lewin, dan penulis lain yang menulis tentang paradigma experiential learning.
Model Kolb dikembangkan
terutama untuk pendidikan orang dewasa, tetapi juga digunakan secara luas untuk
pedagogi di pendidikan tingkat tinggi. Kolb juga dikenal dengan Learning Style Inventory (LSI). Model
ini dibangun berdasar gagasan bahwa pilihan cara belajar bisa dideskripsikan
menggunakan dua kontinum yaitu (1) active
experimentation-reflective observation dan (2) abstract conceptualization-concrete experience. Hasil dari empat
tipe peserta ajar adalah (1) converger
(active experimentation-abstract conceptualization), (2) accommodator (active
experimentation-concrete experience), (3) assimilator (reflective observation-abstract conceptualization),
dan (4) diverger (reflective
observation-concrete experience). LSI didesain untuk menentukan pilihan
cara belajar secara individual.
Diverging (feeling and watching - CE/RO)
Orang dengan tipe diverging
dapat melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Mereka peka. Mereka memilih
untuk melihat daripada mengerjakan, dan cenderung mengumpulkan informasi dan
menggunakan imajinasi untuk mengatasi masalah. Mereka sangat baik dalam melihat
situasi konkrit dan memandang dari berbagai sudut pandang. Kolb menamai gaya
ini dengan 'Diverging' karena orang
dengan tipe ini menunjukkan kinerja yang lebih baik di dalam situasi yang
membutuhkan pengayaan gagasan. Sebagai contoh brainstorming. Orang dengan gaya belajar diverging, memiliki budaya ketertarikan yang luas, dan suka
mengumpulkan informasi. Mereka suka mengamati perilaku orang lain dan cenderung
imajinatif dan emosional, kuat dalam bidang seni. Orang-orang dengan gaya belajar
Diverging memilih bekerja di dalam
kelompok, agar dapat mendengarkan dengan pikiran terbuka dan menerima umpan
balik secara personal.
Assimilating (watching and thinking - AC/RO)
Orang dengan gaya belajar Assimilating, melakukan pendekatan yang
lebih ringkas dan logis. Gagasan dan konsep lebih penting daripada orang. Orang
dengan gaya belajar assimilating membutuhkan
penjelasan yang baik dan jelas daripada kesempatan untuk mempreaktekannya. Mereka sangat cepat memahami informasi dan
mengorganisasikannya dalam format logis yang jelas. Orang dengan gaya belajar Assimilating kurang fokus dan suka pada
pendapat orang lain, tetapi lebih mementingkan ide dan konsep yang abstrak.
Orang ini lebih tertarik pada teori yang kedengaran logis daripada pendekatan
melalui praktek. Dalam situasi belajar, orang dengan tipe ini memilih membaca,
ceramah, mengekplorasi model analitik dan memiliki banyak waktu untuk berpikir.
Converging (doing and thinking - AC/AE)
Orang dengan tipe belajar Converging dapat mengatasi masalah dan
akan menggunakan hasil pembelajaran untuk diprakekkan. Mereka memilih
tugas-tugas teknis dan kurang suka pada orang dan aspek-aspek interpersonal.
Orang dengan gaya belajar Converging
sangat mahir mewujudkan teori dan gagasan. Mereka cenderung spesialis dan
memiliki kemampuan teknis yang tinggi, menyukai eksperimen gagasan baru, untuk
menstimulasi pekerjaan dengan penerapannya pada praktek.
Accommodating (doing and feeling - CE/AE)
Gaya belajar Accommodating cenderung berdasar pada
intuisi daripada logika. Orang dengan gaya belajar accomodating menggunakan
analisis orang lain dan memilih pendekatan praktikal dan pengalaman. Mereka
menyukai tantangan baru dan tidak menyukai perencanaan. Orang dengan gaya
belajar Accommodating memilih bekerja
dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas. Mereka menentukan sasaran dan
bekerja di lapangan untuk mencoba berbagai cara untuk mencapai tujuan mereka.
Andi Mappier (1982) “Psikologi
Remaja,” Usaha Nasional: Surabaya
Herwin Yogo Wicaksono (2009) “Kreativitas dalam pembelajaran musik,” Cakrawala Pendidikan, Th. Ke XXVIII, No.
1, pp. 1-12.
http://en.wikipedia.org,
diunduh Mei 2012
http://id.wikipedia.org,
diunduh Mei 2012
http://kamusbahasaindonesia.org, diunduh November 2011.
http://wiki.answers.com/Q/What_are_individual_differences,
diunduh Mei 2012.
http://www.e-quilibre.jp/coaching/kolbtest.html
Kartini Kartono dan
Dali Gulo (1987). Kamus Psikologi,
Paris Jaya, Bandung.
Kelly, Kevin T.
(2001). Learning Theory and Epistemology,
Department of Philosophy, Carnegie Mellon University.
Maslow, Abraham Harold (1954) Motivation
and Personality, 3rd edition, Harper and Row Publisher Inc.
Maslow, Abraham, H.
(1943). “A theory of human motivation,” Psychological
Review, No. 50, pp. 370-396.
Michalski, Ryszard S.
(1991). “Toward a unified theory of learning: An Outline of Basic Ideas,” Invited paper for the First World Conference
on the Fundamentals of Artificial Intelligence, Paris.
Pfeffer, Jeffrey.
(1986). Organizations and Organization
Theory, Pitman Publishing Inc., Mashachusetts, USA.
Schiffman, Leon G.,
and Kanuk, Leslie Lazar. (2007). Consumer
Behavior, 9th ed. Pearson Education Inc., New Jersey.
Schramm, Jennifer.
(2001). “Change Agenda,” Chartered
Institute of Personnel and Development, University of Cambridge.
Winkel, W.S. (1991). Psikologi Pengajaran, Grasindo, Jakarta
Senin, 14 Januari 2013
TRAINING NEED ASSESMENT
Jika Anda adalah guru Seni, Budaya dan Keterampilan, cobalah melakukan assesment untuk kebutuhan training Anda. Seperti diketahui, jika Anda membutuhkan pemutakhiran sertifikasi,nda harus mengikuti Ujian Kompetensi Guru SBK. Untuk mengetahui apakah Anda siap mengikuti ujian tersebut, cobalah mengisi asessment dibawah ini.
Caranya mudah. Beri tanda silang pada angka disebelah kiri pernyataan TINGKAT PENILAIAN dan TINGKAT KEBUTUHAN, lalu kalikan kedua angka tersebut, dan tuliskan pada kolom SKOR KEBUTUHAN, kemudian hitunglah persentasi nya, seperti contoh dibawah ini.
CARA PENGISIAN SKOR KEBUTUHAN
No.
|
STANDARD KOMPETENSI
|
KOMPETENSI DASAR
|
TINGKAT PENILAIAN
|
TINGKAT KEBUTUHAN
|
SKOR KEBUTUHAN
| |||
KL. VII SEMESTER 1
| ||||||||
Mengapresiasi karya seni rupa
|
1.1.
|
Mengidentifikasi jenis karya seni rupa terapan daerah setempat
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
|
9
(3 x 3 = 9)
| |
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
|
INSTRUMEN TRAINING NEED ASSESSMENT
UNTUK GURU SENIRUPA DI SATUAN PENDIDIKAN SMP
No.
|
STANDARD KOMPETENSI
|
KOMPETENSI DASAR
|
TINGKAT PENILAIAN
|
TINGKAT KEBUTUHAN
|
SKOR KEBUTUHAN
| |||
KL. VII SEMESTER 1
| ||||||||
1.
|
Mengapresiasi karya seni rupa
|
1.1.
|
Mengidentifikasi jenis karya seni rupa terapan daerah setempat
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
1.2.
|
Menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik karya seni rupa terapan daerah setempat
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
2.
|
Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa
|
2.1.
|
Menggambar bentuk dengan objek karya seni rupa terapan tiga dimensi dari daerah setempat
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
2.2.
|
Merancang karya seni rupa dengan memanfaatkan teknik dan corak daerah setempat
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
2.3.
|
Membuat karya seni rupa dengan memanfaatkan teknik dan corak daerah setempat
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
KL VII SEMESTER 2
| ||||||||
3.
|
Mengapresiasi karya seni rupa
|
3.1.
|
Mengidentifikasi jenis karya seni rupa terapan daerah setempat
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
3.2.
|
Menunjukkan sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik karya seni rupa terapan daerah setempat
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
4.
|
Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa
|
4.1.
|
Menggambar bentuk dengan objek karya seni rupa terapan tiga dimensi dari daerah setempat
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
4.2.
|
Membuat karya seni rupa dengan teknik dan corak daerah setempat
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
4.3.
|
Menyiapkan karya seni rupa hasil buatan sendiri untuk pameran kelas atau sekolah
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
4.4.
|
Menata karya seni rupa hasil buatan sendiri dalam bentuk pameran kelas atau sekolah
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
KL VIII SEMESTER 1
| ||||||||
5.
|
Mengapresiasi karya seni rupa
|
5.1.
|
Mengidentifikasi jenis karya seni rupa terapan Nusantara
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
5.2.
|
Menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik dalam karya seni rupa terapan Nusantara
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
6.
|
Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa
|
6.3.
|
Merancang desain motif tekstil dengan corak seni rupa Nusantara
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
6.4.
|
Membuat desain motif tekstil dengan corak seni rupa Nusantara
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
6.5.
|
Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa dengan menampilkan corak seni rupa Nusantara
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
KL VIII SEMESTER 2
| ||||||||
7.
|
Mengapresiasi karya seni rupa
|
7.1.
|
Mengidentifikasi jenis karya seni rupa terapan Nusantara
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
7.2.
|
Menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik karya seni rupa terapan Nusantara
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
8.
|
Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa
|
8.1.
|
Membuat karya seni grafis dengan corak seni rupa Nusantara
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
8.2.
|
Mengekspresikan diri melalui karya seni grafis
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
8.3.
|
Membuat karya seni rupa hasil karya sendiri untuk pameran kelas atau sekolah
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
8.4.
|
Menata karya seni rupa hasil karya sendiri dalam bentuk pameran kelas atau sekolah
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
KL IX SEMESTER 1
| ||||||||
9.
|
Mengapresiasi karya seni rupa
|
9.1.
|
Mengidentifikasi seni rupa murni yang diciptakan di daerah setempat
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
9.2.
|
Menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik seni rupa murni daerah setempat
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
10.
|
Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa
|
10.1.
|
Memilih unsur seni rupa Nusantara untuk dikembangkan menjadi karya seni murni
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
10.2.
|
Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa murni yang dikembangkan dari unsur seni rupa Nusantara
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
KL IX SEMESTER 2
| ||||||||
11.
|
Mengapresiasi karya seni rupa
|
11.1.
|
Mengidentifikasi karya seni murni yang diciptakan di Indonesia
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
11.2.
|
Menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik dalam karya seni murni Indonesia
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
12.
|
Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa
|
12.1.
|
Mengekspresikan diri melalui karya seni murni yang dikembangkan dari beragam unsur seni rupa Nusantara dan mancanegara di luar Asia
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
12.2.
|
Membuat karya seni rupa kreasi sendiri untuk pameran di sekolah atau di luar sekolah
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
12.3.
|
Menata karya seni rupa kreasi sendiri dalam bentuk pameran di sekolah atau di luar sekolah.
|
1
|
Sangat Mampu
|
1
|
Tidak Dibutuhkan
| |||
2
|
Sebagian
|
2
|
Dibutuhkan
| |||||
3
|
Sedikit
|
3
|
Sangat Dibutuhkan
| |||||
4
|
Tidak Mampu
| |||||||
Jumlah Skor Kebutuhan
| ||||||||
Persentasi Kebutuhan: (SKOR TOTAL/ 372 X 100)
|
%
|
silakan mencoba ...
Langganan:
Postingan (Atom)