Kamis, 07 Maret 2013

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES BELAJAR



Ada empat faktor yang mempengaruhi proses belajar sehingga belajar menjadi semakin kompleks yaitu (A) iklim belajar, (B) motivasi peserta, (C) lingkungan fisik peserta dan (D) gaya belajar.

A.    Iklim Belajar

Iklim belajar ini berkaitan erat dengan sistem dan aturan yang sedang dijalankan di dalam organisasi, untuk mempromosikan dan meningkatkan pembelajaran, sehingga mempengaruhi kemampuan organisasi untuk memahami lingkungannya dan mendorong perilaku baru bagi karyawannya. Sistem yang sedang berjalan mungkin bisa diformalisasikan sebagai strategi mentoring dan diklat bagi karyawan. Sistem juga bisa informal, misalnya seperti pembelajaran yang dilakukan di dalam lingkungan masyarakat yaitu saling berbagi pengetahuan. Beberapa faktor akan terlibat dalam pembelajaran ini antara lain ukuran organisasi, struktur organisasi, sejarah, budaya, sasaran dan orang-orang yang berkerja untuk organisasi tersebut. Tempat kerja sangat penting diperhatikan, karena bisa digunakan sebagai sumber belajar karena melekat pada proses pembelajaran sehari-hari. Tantangan bagi penatar adalah mendukung kondisi tersebut dan bisa bertukar posisi dari mode instruktor (keperilakuan) ke mode fasilitator (kognitif). Penatar juga dapat memberikan kesempatan fasilitating untuk mengembangkan belajar berbasis sosial melalui berbagai teknik antara lain mengidentifikasi ketertarikan dan mendukung komunitas, dan mengkomunikasikan pembelajaran dengan berbagai ilustrasi keseluruh tingkat dalam organisasi tersebut. Fasilitator juga dapat membantu menekankan pentingnya belajar sebagai bagian dari kehidupan bukan hanya sekedar memberikan instruksi kerja.

B.    Motivasi Peserta

Peserta mau belajar karena dimotivasi secara ekstrinsik (dari luar) maupun intrinsik (dari dalam). Faktor ekstrinsik meliputi pernghargaan dari luar antara lain gaji dan kualifikasi profesional yang lebih baik, sedangkan faktor intrinsik antara lain motivasi yang dikendalikan oleh diri sendiri, ambisi personal dan hasrat dari diri sendiri untuk memahami dan mengatasi masalah yang sedanig dihadapi. Teori belajar fokus pada bentuk yang berbeda dari motivasi. Pendekatan keperilakuan (behavior) menekankan pada penghargaan, pendekatan kognitif menekankan faktor intrinsik. Sedangkan kombinasi motivasi ekstrinsik dan intrinsik akan lebih kuat digunakan untuk mendorong motivasi peserta untuk belajar.
Hirarki kebutuhan yang dikembangkan oleh Abraham Harold Maslow (1943) dapat digunakan sebagai pedoman, bahwa manusia pada hakekatnya ingin memenuhi kebutuhan dasar sampai kebutuhan tertinggi yaitu aktualisasi diri. Supaya karyawan termotivasi secara intrinsik, maka para tutor atau fasilitator dalam institusi harus dapat mendorong karyawan untuk dapat meningkatkan kompetensi sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasar (physiological needs) sampai kebutuhan tertingginya (self actualization).
1.     Physiological needs yaitu kebutuhan makanan, air dan papan tempat tinggal
2.     Safety needs yaitu kebutuhan akan keamanan dan perlindungan
3.     Social needs yaitu kebutuhan akan rasa memiliki, cinta kasih
4.     Esteem needs yaitu kebutuhan akan harga diri, pengakuan dan status
5.     Self actualization needs yaitu kebutuhan akan pengembangan dan realisasi diri.

Carl Rogers menekankan bahwa independensi dan tanggungjawab merupakan pengendali motivator utama. Carl Rogers percaya bahwa dorongan untuk menjadi independen bisa meningkatkan fasilitasi untuk karyawan lain, tetapi tidak mengajari. Konsep yang lain tentang motivasi ini meliputi:
a.     Teori ekspektansi (Victor H. Vroom, 1964). Teori ekspektansi menyatakan bahwa orang melakukan tindakan bergantung pada kemungkinan bahwa tindakan tersebut akan menghasilkan outcome intrumental yang berharga.
b.     Teori Goal Setting (Locke, 1968), yang menyebutkan bahwa orang melakukan tindakan untuk mencapai tujuan mereka. Riset menunjukkan bahwa tujuan yang lebih sulit akan mendorong orang untuk belajar lebih giat, tetapi jika tugas terlalu sulit untuk dikerjakan, maka akan mengakibatkan peserta akan kehilangan semangat.
c.     Teori Politik (Pfeffer, 1986), yang mengemukakan bahwa individu melakukan tindakan karena termotivasi untuk mencapai outcome yang diharapkan, seperti sumber daya yang lebih baik, promosi atau tambahan kekuasaan.
d.     Teori Equity (Adams, 1963), memahami motivasi individu yang berhubungan dengan hubungan timbal balik diantara indivudual dan kelompok, dan dampak motivasi terhadap persepsi keseimbangan didalam pertukaran tersebut.

C.    Lingkungan Belajar

Diklat yang dilaksanakan di lingkungan kerja sebaiknya jauh dari pelaksanaan kegiatan organisasi sehari-hari. Meskipun diklat dilakukan secara elektronik melalui media e-learning, namun peserta akan tetap memilih situasi lingkungan yang tenang sehingga dapat belajar dengan baik. Jika diklat dilaksanakan di institusi tempat peserta bekerja (in-house training), sebaiknya disediakan tempat khusus yang bebas dari kegiatan sehari-hari.

D.    Gaya Belajar

Ada lima gaya belajar yang populer yaitu (1) type indicator, (2) learning model, (3) dominance instrument, (4) style inventory dan (5) klasifikasi Honey dan Mumford. Tabel 2 menunjukkan deskripsi lima gaya belajar tersebut.

Tabel 1: Klasifikasi gaya belajar
KLASIFIKASI
DESKRIPSI
Myers-Briggs Type Indicator
Model ini mengklasifikasi peserta ajar berdasar pilihan yang didasarkan pada tipe psikologi manusia yaitu: extravert atau introvert, sensor atau intuitor, thinker atau feeler dan judger atau perceiver.
Felder – Silverman Learning Model
Klasifikasi ini terdiri dari lima kategori yaitu: gaya belajar sensing atau intuitif, visual atau verbal, induktif atau deduktif, aktif atau reflektif, dan sekuensial atau global.
Herrman Brain Dominance Instrument
Metod eini mengklasifikasi pesert ajar berdasar pada pilihan relatif cara berpikir dalam empat mode yang berbeda yaitu: left-brain cerebral (logis), left-brain limbic (sekuensial), right-brain cerebral (holistik) dan right-brain limbic (emosional).
Kolb’s Learning-Style Inventory
Gaya belajar diklasifikasi berdasar (1) pengalaman konkrit atau konseptualisasi abstrak atau (2) eksperimentasi aktif atau observasi reflektif.
Honey and Mumford’s Classification
Dikembangkan dari Kolb’s inventory dan gaya belajar. Model ini meliputi empat komponen yaitu (1) aktivis, (2) reflektor, (3) pragmatis dan (4) teoris.
Sumber: Schramm (2001)

Konsensus diantara peneliti menyebutkan bahwa orang memiliki pilihan gaya belajar masing-masing. Tetapi gaya belajar mereka tidak tetap sepanjang masa. Pada umumnya, gaya belajar dipengaruhi secara kontekstual antara lain tempat belajar, topik dan struktur materi. Fasilitator harus mengetahui pentingnya mendorong peserta untuk belajar dengan mode yang berbeda. Kondisi ini dapat meningkatkan dampak belajar ketika peserta menghadapi persoalan dan situasi baru dengan lebih yakin pada diri sendiri. Gaya belajar yang paling populer adalah gaya belajar yang dikemukakan oleh David Kolb.
David A. Kolb lahir tahun 1939 adalah seorang teoritisi pendidikan asal Amerika yang tertarik dan fokus mempublikasikan experiential learning atau belajar berasaskan pengalaman. Dia adalah pendiri dan direktur Experience Based Learning Systems, Inc. (EBLS), dan profesor Organizational Behavior di Weatherhead School of Management, Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio. Kolb memperoleh gelar BA dari Knox College di 1961 dan gelar MA dan Ph.D. dari Harvard University di tahun 1964 dan 1967 di bidang psikologi sosial.
Pada awal tahun 1970 an, Kolb dan Ron Fry (sekarang mereka berdua di Weatherhead School of Management) mengembangkan Experiential Learning Model (ELM), yang terdiri dari empat elemen yaitu concrete experience, observation of dan reflection on that experience, formation of abstract concepts berdasar reflection, testing the new concepts, dan pengulangan. Keempat elemen ini adalah esensi belajar yang dapat dimulai dengan salah satu dari keempat elemen tersebut, tetapi biasanya dimulai dari concrete experience. Kolb menekankan bahwa model tersebut berkaitan erat dengan para pakar belajar yaitu John Dewey, Jean Piaget, Kurt Lewin, dan penulis lain yang menulis tentang paradigma experiential learning.
Model Kolb dikembangkan terutama untuk pendidikan orang dewasa, tetapi juga digunakan secara luas untuk pedagogi di pendidikan tingkat tinggi. Kolb juga dikenal dengan Learning Style Inventory (LSI). Model ini dibangun berdasar gagasan bahwa pilihan cara belajar bisa dideskripsikan menggunakan dua kontinum yaitu (1) active experimentation-reflective observation dan (2) abstract conceptualization-concrete experience. Hasil dari empat tipe peserta ajar adalah (1) converger (active experimentation-abstract conceptualization), (2) accommodator (active experimentation-concrete experience), (3) assimilator (reflective observation-abstract conceptualization), dan (4) diverger (reflective observation-concrete experience). LSI didesain untuk menentukan pilihan cara belajar secara individual.

Diverging (feeling and watching - CE/RO)

Orang dengan tipe diverging dapat melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Mereka peka. Mereka memilih untuk melihat daripada mengerjakan, dan cenderung mengumpulkan informasi dan menggunakan imajinasi untuk mengatasi masalah. Mereka sangat baik dalam melihat situasi konkrit dan memandang dari berbagai sudut pandang. Kolb menamai gaya ini dengan 'Diverging' karena orang dengan tipe ini menunjukkan kinerja yang lebih baik di dalam situasi yang membutuhkan pengayaan gagasan. Sebagai contoh brainstorming. Orang dengan gaya belajar diverging, memiliki budaya ketertarikan yang luas, dan suka mengumpulkan informasi. Mereka suka mengamati perilaku orang lain dan cenderung imajinatif dan emosional, kuat dalam bidang seni. Orang-orang dengan gaya belajar Diverging memilih bekerja di dalam kelompok, agar dapat mendengarkan dengan pikiran terbuka dan menerima umpan balik secara personal.

Assimilating (watching and thinking - AC/RO)

Orang dengan gaya belajar Assimilating, melakukan pendekatan yang lebih ringkas dan logis. Gagasan dan konsep lebih penting daripada orang. Orang dengan gaya belajar assimilating membutuhkan penjelasan yang baik dan jelas daripada kesempatan untuk mempreaktekannya.  Mereka sangat cepat memahami informasi dan mengorganisasikannya dalam format logis yang jelas. Orang dengan gaya belajar Assimilating kurang fokus dan suka pada pendapat orang lain, tetapi lebih mementingkan ide dan konsep yang abstrak. Orang ini lebih tertarik pada teori yang kedengaran logis daripada pendekatan melalui praktek. Dalam situasi belajar, orang dengan tipe ini memilih membaca, ceramah, mengekplorasi model analitik dan memiliki banyak waktu untuk berpikir.

Converging (doing and thinking - AC/AE)

Orang dengan tipe belajar Converging dapat mengatasi masalah dan akan menggunakan hasil pembelajaran untuk diprakekkan. Mereka memilih tugas-tugas teknis dan kurang suka pada orang dan aspek-aspek interpersonal. Orang dengan gaya belajar Converging sangat mahir mewujudkan teori dan gagasan. Mereka cenderung spesialis dan memiliki kemampuan teknis yang tinggi, menyukai eksperimen gagasan baru, untuk menstimulasi pekerjaan dengan penerapannya pada praktek.

Accommodating (doing and feeling - CE/AE)

Gaya belajar Accommodating cenderung berdasar pada intuisi daripada logika. Orang dengan gaya belajar accomodating menggunakan analisis orang lain dan memilih pendekatan praktikal dan pengalaman. Mereka menyukai tantangan baru dan tidak menyukai perencanaan. Orang dengan gaya belajar Accommodating memilih bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas. Mereka menentukan sasaran dan bekerja di lapangan untuk mencoba berbagai cara untuk mencapai tujuan mereka.

PUSTAKA

Andi Mappier (1982) “Psikologi Remaja,” Usaha Nasional: Surabaya
Herwin Yogo Wicaksono (2009) “Kreativitas dalam pembelajaran musik,” Cakrawala Pendidikan, Th. Ke XXVIII, No. 1, pp. 1-12.
http://en.wikipedia.org, diunduh Mei 2012
http://id.wikipedia.org, diunduh Mei 2012
http://kamusbahasaindonesia.org, diunduh November 2011.
http://wiki.answers.com/Q/What_are_individual_differences, diunduh Mei 2012.
http://www.e-quilibre.jp/coaching/kolbtest.html
Kartini Kartono dan Dali Gulo (1987). Kamus Psikologi, Paris Jaya, Bandung.
Kelly, Kevin T. (2001). Learning Theory and Epistemology, Department of Philosophy, Carnegie Mellon University.
Maslow, Abraham Harold (1954) Motivation and Personality, 3rd edition, Harper and Row Publisher Inc.
Maslow, Abraham, H. (1943). “A theory of human motivation,” Psychological Review, No. 50, pp. 370-396.
Michalski, Ryszard S. (1991). “Toward a unified theory of learning: An Outline of Basic Ideas,” Invited paper for the First World Conference on the Fundamentals of Artificial Intelligence, Paris.
Pfeffer, Jeffrey. (1986). Organizations and Organization Theory, Pitman Publishing Inc., Mashachusetts, USA.
Schiffman, Leon G., and Kanuk, Leslie Lazar. (2007). Consumer Behavior, 9th ed. Pearson Education Inc., New Jersey.
Schramm, Jennifer. (2001). “Change Agenda,” Chartered Institute of Personnel and Development, University of Cambridge.
Winkel, W.S. (1991). Psikologi Pengajaran, Grasindo, Jakarta