Selasa, 23 April 2013


Differences in Manufacturing Strategy Decisions Between Japanese and Western Manufacturing Plants: the Role of Strategic Time Orientation
Chris Voss and Kate Blackmon

Perbedaan budaya Jepang dan Barat mengakibatkan terjadinya perbedaan pada orientasi manufacturing strategy. Salah satu perbedaannya adalah perilaku psikologis terhadap waktu, yang bisa mengakibatkan penekanan yang berbeda pada konteks tujuan dan sasaran jangka panjang dan jangka pendek. Observasi terhadap 600 perusahaan dari 20 negara menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat adopsi dari praktek strategic manufacturing dan hubungan antara perusahaan dan manufacturing strategy.

Perbedaan tentang persepsi waktu antara Jepang dan Barat

Perbedaan siginifikan:
·       Sikap budaya terhadap waktu, dan perbedaan konsep waktu
·       Hubungan antara strategi perusahaan dan strategi manufakturing

Manajemen Jepang, menggunakan pendekatan jangka panjang, karena berhubungan dengan organisasi yang membutuhkan manajemen manufakturing efektif, untuk membangun market share. Manufakturing sebagai prioritas yang stratejik, strategi pengembangan, menjalin hubungan yang lebih dekat antara supplier dan assembler, Total Quality Control (TQC) dan Total Productive Management (TPM).

Manajemen Barat, menggunakan pendekatan jangka pendek, fokus pada tujuan dan sasaran jangka pendek. Manajer operasi menaruh perhatian pada isu-isu yang terjadi pada setiap bulan atau setiap kuartal, operasi harian, dan menepati jadwal.

Framework

Konstruksi sosio-budaya atas waktu. Dimensi dasar waktu bisa diterima sebagai sesuatu yang linear dan siklus. Waktu bisa diterima sebagai sekuens yang menerus (tidak ada awal dan akhir), siklus bisa statis, progresif atau degeneratif.

Aplikasi

·       The economicity of time, terkontrol dan dialokasikan
·       Monochronic (mengerjakan satu hal) dan polychronic (berbagai hal secara simultan).

Budaya Barat, menggunakan sistem monochronic. Pekerjaan diselesaikan secara berurutan, absolut, terjadwal. Dalam budaya ini, waktu dibagi menjadi tiga masa yaitu (1) past, (2) present dan (3) future. Juga bisa dibagi menjadi (1) linear, (2) continuous dan (3) economic. Budaya Barat menganggap waktu sebagai anak panah, dari past-ke future, linear dan perspective.

Budaya Jepang, menggunakan sistem polychronic. Jepang menganggap waktu tidak absolut (1) orientasi pada saat ini, tapi dihubungkan dengan masa lalu dan masa datang (Makimono/scroll), (2) melihat masa depan sebagai sesuatu yang ditarik ke masa kini. Dengan demikian, Jepang lebih signifikan dan lebih kuat dalam orientasi short term dan long term, dibandingkan budaya Barat. Level adaptasi lebih tinggi dibandingkan dengan budaya Barat
Sistem polychronic selanjutnya dikembangkan menjadi PERT chart atau Critical Path Method (CPM), untuk perencanaan proyek, penjadwalan, mereduksi polychronic menjadi monochronic.

Strategi Manufakturing

Waktu menjadi elemen penting dalam strategi manufakturing. Waktu adalah resources yang harus dihemat (economicity), khususnya dalam produksi, pengembangan dan pengenalan produk baru, penjualan, dan distribusi: (1) short term, (2) medium term dan (3) long term.

Prevention

·       Prevention cost (pendidikan, dokumentasi, revisi, dsb.) Jepang (31,8%) lebih tinggi dibandingkan dengan level dunia (22,1%).
·       Preventive maintenance Jepang (66,2%), lebih tinggi dari level dunia (37,2%), reactifying maintenance (37,5%) lebih rendah dari level dunia (62.8%). Berarti, Jeoang lebih mementingkan kesiapan Total Production Management (TPM).


Tidak ada komentar: